Rabu, 10 Desember 2008

Bintangku di langit khatulistiwa

BINTANGKU DI LANGIT KHATULISTIWA
Ketika semua mata tak lagi bersinar memandangmu
Ketika wajah mulai berpaling darimu
Ketika telinga tertutup tuk mendengar jeritanmu
Ketika akal tak menghiraukanmu
Ketika mulut mencercamu
Saat harapan sudah pupus dipundakmu
Di saat semua sibuk dengan dunianya sendiri
Mungkin telah terkikis rasa bangga mengakuimu sebagai tumpah darah bagi sebagian diantara mereka tapi aku tetap bangga menjadi anak Indonesia seperti banggaku menjadi seorang muslim.
Negeriku memang penuh dilema dan warna kelam kehidupan. Goresan zaman yang telah mengantarkannya dari zaman kerajaan-orde lama-orde baru-reformasi, ternyata belum mampu menciptakan kedewasaan dan kebijaksanaan. Negeriku rapuh, jauh dari kemandirian hingga harus menggantungkan diri pada negeri asing. Sampah, gizi buruk, pendidikan rendah, dan kemiskinan menjangkiti hampir diseluruh bagian tubuhnya.

Kebanggaan akan kekayaannya laksana fatamorgana, saat disadari kita ternyata miskin. Hamparan hijau sawah, pegunungan yang menjulang tinggi, lautan yang berkilauan mutiara, dan tanah subur yang menggemaskan semua hanya bayangan yang tak tersentuh.
Aku tahu itu bukanlah gurauan atau sekedar lalucon belaka yang mengiris hati. Tapi sebuah bintang masih kugantungkan di langit khatulistiwa. Sejuta harapan masih kutebar di hamparan permadani hutanmu. Impian masih kulukis dengan tinta emas peradabanmu. Aku bangga padamu.
Diantara rasa banggaku ada tanya yang mengganggu hari-hariku kenapa mereka seakan tak peduli pada negeri ini?
Suatu saat aku bertanya pada beberapa teman tentang tujuan mereka kuliah, sebagian menjawab demi ilmu. Semakin tinggi ilmu seseorang, semakin baik pekerjaan yang dapat diperolehnya kelak. Aku pun bertanya lagi pada yang lain, pekerjaan yang baik dan gaji tinggi itu semua untuk apasih? Mereka pun menjawab ya untuk kayalah, hidup makmur, bisa beli apa saja, jalan-jalan keluar negeri dsb. Tak ada yang peduli akan nasib negeriku. Memang tak banyak yang begitu egois memikirkan saku pribadi bahkan berjuang menghalalkan segala cara demi harta, popularitas dan kekuasaan.
Walau semua menutup mata dan telinga akan nasib negeriku, seorang mahasiswi FKM masih berharap 2010 Indonesia akan menjadi Indonesia sehat sebagai langkah awal untuk menuju Indonesia yang makmur, produktif dan maju.
Wajah negeriku memang sudah tak secantik dulu, kerutan demi kerutan mulai terlukis oleh gempa, longsor dan banjir. Tapi aku masih tetap mencintainya. Diumur yang tak lagi muda, tubuhmu tak sebugar dulu. Berbagai penyakit telah menggerogoti hampir disetiap bagian tubuhmu mulai dari penyakit kelaparan, kemiskinan, kebodohan sampai penyakit menular seperti korupsi yang mulai mengendemik.
Indonesia, aku percaya suatu hari kelak kau kan bangkit dari tidur lelapmu. Setetes embun harapan di tanah tandus realitas kan tetap lahirkan impian. Kuharap suatu hari kelak negeriku kan kembali cantik dan sehat agar semua aspek kembali merayu dan menerimanya.
30/11/08

Tidak ada komentar: